Solusi Bisu

Aku yang semakin putus asa dengan berbagaimacam pertanyaan retorik yang mereka lontarkan. Kritik yang tajam disertai dengan nada bicara tinggi, lambat laun merusak tatanan ideologi.
Aku yang hanya bisa membisu, menyabarkan diri dan mencoba menerima konsekuensi atas semua yang sebenarnya bukan kapasitasku.

Aku masih ingat kalimat ini "menyedihkan sekali kau", kalian tahu kan rasanya seperti apa. Ini bukan tentang mengasihani, ini tentang tetesan keringat yang tidak dihargai. Mereka mungkin lebih dari segi apapun, tapi mereka harusnya paham bagaimana cara balas budi, atau paling tidak berterimakasih.

Apakah mereka tak berkaca? Apa yang mereka dedikasikan belum lah seberapa. Tidak kah mereka sadar?

Jadi adakah solusi untuk masalah ini?
Sabarlah, aku masih mencarinya..

Comments

Popular Posts